50 Fakta Kehamilan (Bagian 5)
Di artikel sebelumnya sudah kita bahas 15 Fakta mengenai kehamilan. Kali ini kita lanjutkan mengenai 10 Fakta berikutnya. Moga artikel ini bermanfaat. Untuk berbagai informasi yang lain, silakan kunjungi simkes.permataindonesia.ac.id
16. Risiko Keguguran
16. Risiko Keguguran
Flek saat kehamilan di bawah usia 20
minggu adalah ancaman keguguran, sehingga setiap kejadian flek-flek di bawah
usia kehamilan 20 minggu disebut sebagai ancaman keguguguran atau dalam istilah
medis abortus imminent. beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan
keguguran adalah merokok, minum alkohol, penggunaan narkoba, kejadian keguguran
sebelumnya, usia ibu di atas 35 tahun, obesitas (kegemukan) atau terlalu kurus,
dan minum kopi lebih dari 8 cangkir sehari.
17. Kehamilan di Usia Remaja pun Berisiko
Setiap hari, 20 ribu perempuan di
bawah usia 18 tahun yang tinggal di negara berkembang melahirkan. Kerap kali
kehamilan di usia dini merupakan kehamilan yang tidak diinginkan. Akibat
kehamilan di usia dini, banyak remaja putri yang akhirnya memilih untuk tidak
melanjutkan pendidikannya. Karena itu peluang mereka untuk mendapat pekerjaan
yang layak pun menjadi berkurang, dan bisa jadi mereka dikucilkan di
masyarakat. Risiko yang paling parah adalah kematian ibu karena alat reproduksi
yang belum sempurna benar.
18. Kehamilan di Usia Terlalu Tua Berisiko
Seiring bertambahnya usia, hamil di
usia yang terlalu tua dapat mengakibatkan komplikasi kehamilan dan janin.
Menurut seorang Associate Professor di Victoria University yaitu Mary Carolan
menuturkan bahwa wanita hamil di usia tua berisiko memiliki anak dengan
sindroma Down. "Komplikasi kehamilan dan janin kemungkinan akan berisiko
ke ibu atau anak. Bisa lahirkan anak yang cacat, atau bahkan memicu kematian
ibu," ujar dr Nurdadi Saleh SpOG, Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia (POGI).
19. Emosi Ibu Berkaitan dengan Janin
Perlu diketahui, emosi manusia memengaruhi
detak jantung. Maka dalam keadaan stres, detak jantung pun berubah. Selain itu,
kondisi emosional ibu hamil juga memiliki pengaruh terhadap kondisi perubahan
pembuluh darah. Akibatnya saat kondisi ibu tegang, suplai darah ke janin
terganggu. "Getaran yang diterima janin berupa detak jantung ibu juga
mengalami perubahan. Sehingga, dengan begitu emosi negatif yang dialami ibu
akan direkam oleh janin," ungkap Anne Gracia, praktisi neurosains terapan.
Bahkan, ada penelitian yang menyatakan bahwa stres yang terjadi pada ibu saat
hamil dapat mengakibatkan gangguan perilaku, gangguan IQ dan emosi janin di
kemudian hari.
20. Uring-uringan Saat Hamil
Pada saat hamil, beberapa ibu ada
yang lebih gampang tersulut emosinya sehingga mudah uring-uringan. Psikolog
Debora Basaria menuturkan pada trimester pertama, yakni di awal pembentukan
janin, pasti ada perubahan hormonal dalam diri seorang perempuan. Nah hal ini
berdampak pada sensasi fisik seperti rasa mual, pusing, dan rasa tidak enak
pada tubuh. Sensasi tidak menyenangkan inilah yang kemudian bisa berdampak pada
kondisi emosi ibu. Penyebab kondisi emosi yang cenderung berfluktuasi saat kehamilan
bisa disebabkan karena berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Internal
karena adanya perubahan hormonal (faktor biologis) dalam tubuh, siap atau
tidaknya seorang perempuan untuk memiliki anak, dan juga sikap yang
bersangkutan terhadap kehamilannya sendiri. Sedangkan faktor eksternal yang
mempengaruhi bisa dari ada tidaknya support dari keluarga, status sosial
ekonomi, dan kondisi lingkungan di sekitar.
21. Komunikasi dengan Janin Bisa Bikin Rileks
Di saat usia kandungan mulai
membesar, janin sudah mampu memberikan respons pada sang ibu. Maka dari itu,
wanita hamil bisa mulai mengajak ngobrol si calon bayi agar mendapatkan
ketenangan menjelang persalinan. "5-10 Menit bayinya diajak ngobrol bisa
memberikan ketenangan pada ibu dan respons positif dari bayi," kata dr Boy
Abidin SpOG (K).
22. Air Ketuban Bisa Merembes
Air ketuban yang cukup adalah syarat
kehamilan sehat. Karena dengan ketercukupan air ketuban, maka bayi akan
berkembang baik. Namun pada beberapa kasus jumlah air ketuban bisa berkurang.
Apa sebabnya? Bisa karena keputihan, yang mana menyebabkan air ketuban merembes
sedikit-sedikit dan seringkali ibu hamil tidak sadar air ketubannya merembes.
Air ketuban sedikit juga bisa terjadi karena adanya kelainan pada organ janin.
Untuk yang satu ini, dokter harus melakukan pemeriksaan menyeluruh melalui
ultra sonografi (USG) guna melihat adanya kemungkinan kelainan organ pada
janin. Perlu dilihat juga kecukupan gizinya, sehingga ibu hamil erbanyak
makanan sehat, karena bisa saja nutrisinya yang kurang sehingga produksi air
ketuban sedikit. Minum air putih lebih banyak juga dapat membantu
23. Ibu Hamil Rentan Dehidrasi
Ibu hamil rentan dehidrasi, karena
itu harus mendapat cukup cairan. Dehidrasi bisa menyebabkan berkurangnya air
ketuban pada ibu hamil. Hal ini pun berpengaruh pada bayi karena ketika cairan
ketuban berkurang, bayi tidak berkembang dengan baik. Untuk diketahui,
kebutuhan cairan ibu hamil sekitar 300 cc tambahan dari kebutuhan harian. Jika
orang normal butuh 2,5 liter cairan, maka ibu hamil butuh sekitar 2,8 liter
cairan yang tidak hanya dari air saja tapi juga dari makanan. Saat semakin tua
kandungannya, maka semakin luas permukaan tubuhnya, sehingga penguapan yang
terjadi semakin besar.
24. Bisa Perlambat Proses Penuaan
Menurut sebuah penelitian dalam
jurnal Fertility and Sterility, proses kehamilan membantu perempuan seperti
kembali muda. Sebab beberapa perempuan mendapatkan kulit yang lebih bersinar,
rambut yang lebih tebal, dan serta payudara yang lebih berisi. Selain itu,
penelitian itu juga menunjukkan bahwa kehamilan dapat mengembalikan kemampuan
otot ibu untuk melakukan proses regenerasi. "Kehamilan adalah suatu
kondisi yang unik bagi tubuh manusia, seolah-olah tubuh ibu 'diberi' serum
khusus yang dibawa oleh bayinya," tulis peneliti.
25. Sering Mengeluarkan Gas
Selama kehamilan, tingkat fluktuasi
hormon serotonin yang juga ditemukan dalam usus akan meningkat dan dapat
menyebabkan usus lebih banyak bergerak dengan cara yang mengusir gas tidak
diperlukan. Karena progesteron dalam tubuh meningkat, maka proses pencernaan
menjadi sulit dan kembung. Untuk mengurangi frekuensi buang gas, jangan makan
sambil berbicara karena Anda dapat menelan lebih banyak udara dan jangan makan
permen karet. Hindari makanan yang dapat meningkatkan gas dalam perut seperti
kubis, produk susu, dan minuman bersoda. Anda juga dapat mengambil probiotik
atau obat anti-gas, seperti simetikon yang biasanya digunakan untuk mengatasi
nyeri gas.
Posting Komentar untuk "50 Fakta Kehamilan (Bagian 5)"