Hukum Memendekkan Rambut Bagi Wanita
Hukum
Memendekkan Rambut Bagi Wanita
Pesan yang kami nasehatkan adalah membiarkan rambut
kepala karena teranggap sebagai perhiasan dan keindahan bagi wanita.
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan hadist (320)
dari Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman, beliau berkata, “Dahulu istri-istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam memotong rambut kepala mereka hingga seperti
wafrah”.
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Wafrah adalah
rambut yang lebih lebat dan lebih banyak dibandingkan limmah. Limmah adalah
rambut yang menyentuh dua pundak.” Al-Ashma’i juga berpendapat demikian.
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Telah ma’ruf
bahwa wanita-wanita Arab mereka memotong ujung dan ekor rambut. Bisa jadi
istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan hal tersebut setelah
wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dikarenakan mereka meninggalkan
berhias dan berdandan dengan memanjangkan rambut. Selain itu, juga dalam rangka
untuk mengurangi biaya perawatan rambut mereka.”
Pendapat yang disebutkan oleh al-Qadhi ‘Iyadh
menunjukkan keadaan para istri Nabi melakukan hal tersebut setelah meninggalnya
Nabi, bukan ketika beliau masih hidup. Demikian pula pendapat tersebut dipilih
oleh ulama yang lain. Bahkan hal ini adalah sebuah kepastian. Tidak ada dugaan
bagi para istri Nabi melakukannya ketika Nabi masih hidup. Dengan demikian, hal
ini merupakan dalil bolehnya memendekkan rambut bagi wanita. Wallahu a’lam. [1]
Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzahullah ditanya, “Apa
hukum mencukur pendek rambut?”. Beliau hafidzahullah menjawab:
“Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan rambut kepala
wanita sebagai keindahan dan perhiasan bagi wanita. Haram bagi wanita untuk
menggundulnya kecuali jika darurat. Akan tetapi disyariatkan bagi mereka ketika
haji dan umrah untuk memendekkan sebagian rambutnya seukuran satu ruas jari
dimana di saat yang sama laki-laki diperintahkan untuk menggundul rambut di dua
ibadah ini. Ini menunjukkan bahwa wanita dituntut untuk memperbanyak rambutnya
dan tidak memotongnya kecuali jika ada hajat selain berhias. Sebagaimana wanita
yang sakit yang butuh untuk memendekkan rambutnya, atau wanita yang lemah untuk
menangung biaya perawatan rambut karena miskin, maka wanita tersebut memangkasnya
dengan cara memotong rambut. Sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian istri
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau wafat.
Adapun jika memangkas rambut tersebut dalam rangka
menyerupai wanita-wanita kafir dan fasiq, maka tak diragukan lagi keharamannya
meskipun hal tersebut banyak dilakukan oleh wanita muslimin. Selama asalnya
adalah tasyabbuh, maka hukumnya haram dan mayoritas ulama tidak
memperbolehkannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
من تشبه بقوم فهو منهم
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia bagian
darinya” (HR. Abu Daud no. 4031, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Kaidah dalam masalah tasyabbuh adalah hal tersebut
merupakan tradisi orang kafir yang khusus dimiliki oleh mereka. Maka hukumnya
adalah tidak boleh bagi kita untuk melakukannya dalam rangka menyerupai mereka.
Karena penyerupaan dengan mereka dalam perkara yang dzahir menunjukkan rasa
cinta kepada mereka dalam perkara bathin. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ
مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Barangsiapa di antara kalian yang loyal kepada
mereka, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (al-Maidah: 51).
Loyal kepada mereka bentuknya adalah mencintai mereka.
Di antara dzahir rasa cinta
kepada mereka adalah dengan menyerupai mereka. [2]
Syaikh Ibnu Al Utsaimin rahimahullah ditanya, “Apa
hukum sebagian wanita yang memotong rambut bagian depan?”. Beliau rahimahullah
menjawab:
“Ulama Hanabilah rahimahumullah berpendapat bahwa
makruh bagi wanita untuk memendekkan sebagian rambut kepalanya kecuali dalam
haji atau umrah. Akan tetapi mereka tidak menyebutkan dalil. Sebagian ulama
Hanabilah mengharamkan memotong pendek sebagian rambut wanita kecuali ketika
haji atau umrah. Akan tetapi aku tidak mengetahui dalil mereka dalam masalah
ini. Dan pendapat yang rajih menurutku adalah dirinci. Jika memotong rambut
tersebut dalam rangka menyerupai laki-laki atau wanita musyrik, maka hukumnya
tidak boleh. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat wanita yang
menyerupai laki-laki. Beliau juga bersabda, “Barangsiapa meniru-niru suatu
kaum, maka dia bagian darinya.” Jika memendekkan rambut tersebut bukan untuk
hal-hal di atas, maka hukumnya boleh. Bersamaan dengan pendapatku yang
memperbolehkannya, akan tetapi hal tersebut tidak aku sukai” [3].
Syaikh al-Imam al-‘Allamah Muqbil bin Hadi al-Wadi’i
rahimahullah ditanya, “Apa hukum memendekkan rambut bagi perempuan?”. Beliau
rahimahullah menjawab, “Jika
dibutuhkan untuk memotong rambut, seperti adanya luka di kepala atau rambut
yang terlalu panjang sehingga ingin memotongnya, maka tidak mengapa untuk
memotongnya. Jika tidak ada hajat untuk memotong, maka rambut merupakan
perhiasan baginya.
Terdapat hadits di dalam Shahih Muslim bahwa sebagian
istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memotong rambut kepala mereka setelah
wafatnya Nabi hingga menjadi seperti wafrah yaitu tumbuhan di padang gembala.
Akan tetapi ini adalah perbuatan istri Nabi. Pesan yang kami nasehatkan adalah
membiarkan rambut kepala karena teranggap sebagai perhiasan dan keindahan bagi
wanita.
Hal yang lebih besar dari perkara ini adalah ketika
memotong rambut tersebut dikarenakan meniru-niru musuh-musuh Islam. Saat ini
kaum muslimin menjadi tasyabbuh dengan musuh-musuh Islam sampai-sampai sebagian
wanita mewarnai rambut kepala mereka dengan pewarna merah. Jika mereka melihat
perempuan lain memotong rambut, maka merekapun juga akan melakukannya. Sebagian
wanita ada yang mengangkat rambut kepalanya seakan-akan terdapat punuk untuk di
atas kepalanya. Demikian ini tercakup dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, “Kepala mereka miring seperti punuk unta…” [4]
Posting Komentar untuk "Hukum Memendekkan Rambut Bagi Wanita"